Menelisik Peran Jurnalistik di Era Digitalisasi di Tinjau Dari Perspektif Hukum 

Nasri Wijaya,S.H,S.Sos,M.H
Nasri Wijaya,S.H,S.Sos,M.H

Pers merupakan salah satu pilar pemabangunan daerah, karena menjadi salah satu penujang pembangunan derah dari segi informasi yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi, koherensi, pendidikan dan hiburan kepada masyarakat.

Manusia memiliki keterbatasan pada indra, sehingga untuk mengetahui berbagai kejadian yang terjadi disekitarnya manusia memiliki keterbatasn, oleh karena itu kehadiran pers menjadi salah satu alat untuk manusia dapat menegetahu segala yang terjadi disekitarnya.

Adapun pers sendiri berasal dari bahasa inggris press, karena pada awal di ciptakannya koran-koran di inggris di buat menggunakan mesin press dengan skala besar. Akibat penggunakan istilah tersebut sampai dengan saat ini di Indonesia sendiri mengginakan istilah pers untuk menggambarkan perusahaan yang menjalankan tugas melipt, menghipun dan menyimpan dokumen untuk kepentingan informasi.

Pers sendiri membutuhkan pekerja yang dinamakan wartawan atau jurnalis yang bekerja untuk menjalankan tugas-tugas jurnalistik, yang seiring perkembangan jaman saat ini pekerjaan mencari dan merangkum informasi untuk perusahaan pers tersebut menjadi profesi yang disebut wartawan atau jurnalis.

Dalam menjalankan tugasnya pers sendiri mengacau pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers yang didalamnya mengatur tentang hak dan kewajiban dari pers dalam melaksanakan kerja-kerja jurnalistik.

Sementara untuk wartawan sendiri dalam menjalankan tugasnya harus perpedoman pada kode etik jurnalistik yang diterbitkan oleh Dewan Pers. Seiring berkembangnya jaman, dewan pers juga kemudian menerbitkan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak dan Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman. 

Selain itu karena perkembangan jaman yang telah memasuki era digitalisasi, maka media cetak seperti koran mulai tergeser dan media online mulai banyak sehingga untuk mengatasi hal tersebut dewan pers pun menerbitkan satu lagi pedoman yaitu Pedoman Pemberitaan Media Siber yang menjadi pedoman bagi media online dalam melakukan tugas-tugas jurnalistiknya.

Memasuki tahun 2007 masyarakat dunia mulai familiar dengan media sosial, seperti facebook, instagram, tweeter, tiktok dan youtube. Yang mana kehadiran media sosial ini menjadikan masyarakat lebih muda lagi untuk menganses berbagai infomasi, sehingga peran pers sebagai media infomasi pun juga mulai melemah, karena kehadiran berbagai platform media sosial ini.

Kendati demikan, mudahya masyarakat dalam mengakses informasi ini justru menjadi buah simalakaman karena banyak beredar berita-berita yang sesat, atau bohong sehingga tak jarang melahirkan kegaduhan bahkan tak sedikit yang hingga memakan korban jiwa.

Sehingga untuk mengintrol masyarakat dalam menggunakan media sosial pada tahun 2008 pemerintah Indonesia menerbitkan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik dan kemudian pada tahun 2016 diperbarui menjadi UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Selain menerbitkan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan UU Nomo Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, terkait dengan kegiatan publikasi pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Infomasi Publik.

UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Infomasi Publik ini lah yang saat ini menjadi dasar bagi instansi-instansi resmi pemerntahan untuk membentuk Humas dan menyampaikan berbagai infomasi yang diperlukan dari instansi tersebut kepada khalayak sebagai wujud dari keterbukaan informasi publik.

Penulis adalah Konten Kreator, sekaigus merupakan pimpinan pada kantor berita RMOL Papua. Selain aktif sebagai jurnalis, penulis juga merupakan Dosen Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Universitas Musamus Merauke.